“Saat Pejabat ASN Kota Jambi Terbang ke India di Tengah Krisis Anggaran.”
Oleh: Riky Handriska
KABARJAMBI.ID – Ada pepatah lama di dunia teknologi: “Jika sesuatu terlalu sering disebut digital, kemungkinan besar yang berubah hanya PowerPoint-nya. ”Begitulah rasa yang muncul saat mendengar kabar 25 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Jambi berangkat ke India untuk mengikuti “pelatihan transformasi digital.”
Tentu tidak ada yang salah dengan belajar keluar negeri, apalagi itu belajarnya ke India. Dunia memang sedang bergerak menuju era digital. Tapi di tengah situasi anggaran yang sedang diketatkan, dan dengan adanya imbauan dari Kementerian Dalam Negeri untuk menunda perjalanan luar negeri. Langkah ini terasa kurang searah dengan semangat efisiensi.
Digitalisasi yang Tak Boleh Berhenti di Layar Presentasi Transformasi digital seharusnya tidak berhenti pada perubahan alat, tapi menyentuh perubahan cara berpikir dan budaya kerja.
Kota Jambi sebenarnya sudah memiliki sejumlah sistem digital, seperti SIKDA untuk data kesehatan dan e-Office untuk surat-menyurat antar instansi. Namun, faktanya, masih banyak pegawai yang mencetak dokumen “untuk jaga-jaga kalau sistem error.”
Artinya, transformasi digital masih sebatas tampilan belum menjadi kebiasaan. Ketika Krisis Anggaran Justru Diikuti Perjalanan Dinas Berdasarkan data anggaran Pemkot Jambi, pos perjalanan dinas tahun ini sudah ditekan hampir setengahnya karena kebijakan penghematan. Maka ketika muncul kabar pelatihan digital ke luar negeri, publik wajar bertanya: apakah ini bentuk efisiensi atau sekadar perubahan destinasi?
Transformasi digital semestinya memberi solusi lokal, bukan menambah beban anggaran. Digitalisasi Harus Menguatkan, Bukan Mengaburkan Digitalisasi pemerintahan idealnya menciptakan efisiensi, keterbukaan, dan partisipasi publik. Tapi yang sering terjadi justru sebaliknya. Proyek digital berubah menjadi ruang tertutup baru yang dikelola segelintir pihak.
Tanpa arsitektur data yang matang dan audit independen, jargon digitalisasi berpotensi hanya menjadi “kemasan baru untuk cara lama.”
Masyarakat Siap, Pemerintah Harus Berani Data Kominfo 2024 menunjukkan indeks literasi digital Kota Jambi sudah mencapai 3,48 dari 5. Artinya masyarakat cukup adaptif terhadap teknologi.
Kini UMKM sudah berjualan online, pelajar terbiasa belajar daring, kerja dan rapat penting terkadang pun dilakukan secara daring (Online) dan warga kota Jambi saat ini mulai terbiasa dengan layanan digital.
Artinya, yang tertinggal bukan masyarakatnya, tapi sistem pemerintahannya.
Walikota Jambi Maulana harus mengerti dan paham akan itu, serta mampu memberikan sebuah terobosan baru dalam dunia digitalisasi bukan malah ke luar negeri yang dimana negara tujuan tersebut adalah India tempat asal lahir leluhur dr. Maulana.
Saya bukan tidak mendukung program transformasi Digitalisasi ke luar negeri. Itu bagus hanya saja bukan saat ini. Karena saya memahami bahwa inti dari Digital Government adalah interoperabilitas sistem, bukan sekadar pelatihan. Apalagi pelatihan hanya dilakukan beberapa hari. Sudah pasti tak akan ada yang mengerti serta mustahil untuk di implementasikan dan akan hanya menghasilkan sebuah dokumen laporan perjalanan serta isi galeri kebahagiaan berfoto di belakang menara tower Tekhnologi.
Lebih jauh lagi, perlu diketahui bahwa konsep Kesehatan Digital (Digital Health) bukan hal sederhana. Ia mencakup electronic medical record, telemedicine, data analytics, AI diagnosis, hingga cyber scurity medis. Untuk menerapkan itu di Kota Jambi, dibutuhkan kesiapan infrastruktur data dan jaringan yang kuat, serta anggaran yang sangat besar karena semua itu membutuhkan sebuah server yang mungkin harga semua server dan perangkat pendukung lainya itu setengah dari APBD Kota Jambi harus di alihkan untuk Digitalisasi. Endingnya Warga kembali terbebani pemerintah Kota Jambi gigit jari.
Faktor lain yang membuat saya itu sulit untuk tabayun terhadap kebijakan transpormasi digitalisasi walikota Jambi dr.Maulana dengan mengirimkan 25 pejabat ASN ke India itu ialah Soal Komunikasi bahasa belum lagi hambatan bahasa teknis dan budaya kerja akan menjadi tantangan serius bagi peserta pelatihan. Bisa saja mereka mendengar istilah seperti FHIR API interoperability atau predictive analytics for patient outcomes. Tapi apakah sudah ada sistem data kesehatan daerah yang mampu menerimanya?
Daripada berujung sia sia dan merugikan warga pemerintahan kota, mengapa walikota Jambi tidak mulai saja membangun ekosistem digital Jambi yang benar-benar berpihak pada masyarakat?
Di tengah efesiensi nasional yang melanda negeri saat ini. Termasuk Kota Jambi, dr. Maulana harus jeli dan segera mungkin Kumpulkan beberapa anak-anak muda Kota Jambi yang memiliki keahlian dalam bidang Tekhnologi Digitalisasi. Diskusi dan beri mereka ruang untuk berekspresi dengan menciptakan sebuah solusi kongkret : yaitu menciptakan sebuah platform digital yang dikembangkan yang mengintegrasikan layanan publik, transaksi ekonomi daerah, dan peningkatan PAD tanpa menambah beban rakyat.
Bayangkan jika itu tercipta sendiri dari pemuda asli Kota Jambi. Maka setiap transaksi warga Kota Jambi, dari transportasi hingga belanja lokal dan nasional yang beroperasi di wilayah kota Jambi. Secara otomatis masuk ke dalam KAS Daerah. Endingnya pendapatan daerah meningkat serta membuka puluhan ribu lapangan kerja baru.
Inilah makna sejati dari transformasi digital: bukan sekadar belajar teknologi, tapi membangun kemandirian digital dari dalam.
Pak Maulana perlu ketahui bahwa anak muda dan warga Kota Jambi tidak harus menunggu India untuk belajar digitalisasi. Sebelum pertemuan dengan anda dengan Konsul Jenderal India di Medan beberapa hari yang lalu. Warga dan pemuda Kota Jambi telah terbiasa dan paham cara kerja Digitalisasi. Hanya saja butuh di beri ruang berekspresi. Bahkan banyak talenta muda lokal yang ahli dalam bidang Tekhnologi Digitalisasi.
India yang merupakan negara leluhur anda pak Maulana. Saya akui memang selalu mencetak serta memiliki generasi muda yang bertalenta dalam urusan dunia tekhnologi Digitalisasi dan itu dunia pun mengakuinya. Namun, dengan membawa 25 ASN untuk belajar ke sana. Itu sama hal nya, Anda belum mengetahui serta belum pernah turun hingga ke akar rumput.
Perlu diketahui bahwa talenta muda kita Jambi yang ahli tekhnologi Digitalisasi, mereka tidak butuh tiket pesawat, melainkan mereka ingin anda memiliki kemauan politik untuk menjadikan teknologi sebagai alat pemberdayaan, bukan pemborosan. Apalagi jika dijadikan sebagai pintu gerbang dalam mencari dan mendapatkan donatur untuk kepentingan politik 2030.

 
															 
															 
							