JAKARTA — Di tengah wacana besar tentang transisi energi nasional, satu nama dari daerah perlahan menarik perhatian banyak pihak di ibu kota. Al Haris, Gubernur Jambi yang baru beberapa bulan lalu dikukuhkan sebagai Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), kini muncul sebagai simbol dari gerakan baru, kemandirian energi berbasis rakyat.
Langkah politik dan administratif yang ia tempuh bukan sekadar tentang pengelolaan migas, melainkan tentang redefinisi hubungan antara pusat dan daerah. Dalam forum resmi Rapat Nasional Penanganan Sumur Minyak Masyarakat di Kementerian ESDM, Kamis (9/10/2025), suara Al Haris bergema mewakili ribuan penambang rakyat yang selama puluhan tahun beroperasi di tengah ketidakpastian hukum.
Di hadapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pejabat tinggi SKK Migas, dan perwakilan daerah penghasil migas, Al Haris menegaskan arah baru kebijakan energi daerah
“Keadilan energi harus dimulai dari rakyat. Mereka yang hidup di sekitar sumber daya alam, harus menjadi bagian dari kesejahteraan yang dihasilkannya.”
Bahlil menanggapi dengan nada apresiatif.
“Saya melihat peran Pak Al Haris di ADPMET luar biasa. Ia membawa energi rakyat ke dalam sistem. Ini hal yang baru, dan kami di Kementerian ESDM siap bersinergi,” ujar Bahlil dalam forum yang berlangsung di Gedung Migas, Jakarta.
Pernyataan itu mempertegas transformasi besar yang tengah terjadi. Selama ini, pengelolaan energi nasional identik dengan korporasi besar dan birokrasi rumit. Kini, berkat kepemimpinan daerah seperti Al Haris, paradigma itu mulai berubah. Ia membuka ruang dialog yang selama ini tertutup. Antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku energi rakyat.
Legalitas 45.000 sumur minyak masyarakat yang mulai diakui negara menjadi tonggak perubahan tersebut. Jambi, di bawah kepemimpinannya, menjadi daerah pertama yang benar-benar siap mengintegrasikan aktivitas rakyat ke dalam kerangka ekonomi formal tanpa meniadakan nilai sosial di baliknya.
Sejumlah analis menilai Al Haris tengah menapaki jalur yang jarang ditempuh kepala daerah lain. Ia tidak memilih konfrontasi dengan pusat, melainkan kolaborasi elegan yang produktif. Model kepemimpinan seperti ini dinilai selaras dengan arah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan “sinkronisasi pembangunan nasional dan daerah berbasis potensi lokal.”
Langkah-langkah yang ia tempuh melalui ADPMET kini menjadi perhatian berbagai kementerian. Beberapa kebijakan teknis seperti penataan izin, pembinaan koperasi energi, dan pola bagi hasil baru mulai dibahas serius dengan ADPMET sebagai mitra resmi pemerintah.
Dalam waktu yang relatif singkat, Al Haris tidak hanya mengangkat nama Jambi, tapi juga menghadirkan wajah baru bagi ADPMET dari organisasi koordinatif menjadi pusat gagasan kebijakan energi daerah.
Di kalangan pengamat energi, ia dijuluki sebagai “pemimpin sunyi” tidak banyak retorika, tapi nyata dalam langkah.
Kepemimpinan Al Haris merefleksikan generasi baru pejabat daerah yang memahami kompleksitas nasional tanpa kehilangan akar lokal. Ia menjembatani dua dunia, birokrasi dan masyarakat, politik dan keadilan sosial, pusat dan pinggiran.
Nama Al Haris kini mulai disebut di lingkaran diskusi politik Jakarta sebagai salah satu tokoh potensial yang layak diberi mandat lebih besar.
Jika keadilan energi benar-benar menjadi arah kebijakan nasional ke depan, maka jalan yang dibuka dari Jambi oleh Al Haris bisa menjadi revolusi senyap yang mengubah wajah ekonomi daerah Indonesia.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.