“Di bawah kepemimpinan Al Haris, mekanisme partai gagal berjalan, sementara keuangan daerah terus menanggung akibatnya”

KABARJAMBI.ID – Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 24 Juni 2025 yang menolak kasasi Sulpani dalam sengketa pemberhentiannya dari DPRD Tanjung Jabung Timur telah mengunci satu fakta hukum yang tak terbantahkan, mekanisme internal Partai Amanat Nasional (PAN) tidak dijalankan sebagaimana diperintahkan undang-undang. Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan gugatan tersebut prematur, karena Mahkamah Partai PAN tidak ditempuh terlebih dahulu.

Putusan ini bersifat final dan mengikat. Ia tidak menilai substansi benar atau salahnya pemecatan, tetapi menegaskan kegagalan prosedural internal partai. Dalam kerangka hukum kepartaian, Mahkamah Partai adalah forum wajib penyelesaian sengketa. Ketika forum ini diabaikan, maka yang runtuh bukan hanya satu perkara, melainkan tata kelola partai itu sendiri.

Di tingkat organisasi, DPW PAN Provinsi Jambi memegang fungsi pembinaan, pengawasan, dan fasilitasi penyelesaian konflik kader. Fakta bahwa sengketa ini melompat ke pengadilan umum dan berakhir ditolak hingga kasasi menunjukkan mekanisme tersebut tidak bekerja efektif. Dalam konteks itu, kepemimpinan Ketua DPW PAN Jambi, Al Haris, tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab struktural atas mandeknya jalur internal yang diwajibkan hukum.

Dampak hukum dari putusan MA sangat jelas dan tidak multitafsir. DPP PAN dan DPD PAN Tanjung Jabung Timur sah secara hukum melanjutkan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) melalui DPRD, dengan menggantikan Sulpani oleh Musbakoh. Seluruh proses ini kini berdiri di atas legitimasi yudisial tertinggi, sehingga tidak lagi terbuka ruang gugatan perdata serupa.

Namun, di tengah kejelasan hukum tersebut, muncul ironi administratif dan etik publik. Hingga PAW benar-benar dituntaskan, Sulpani masih tercatat sebagai anggota DPRD Tanjung Jabung Timur dan masih menikmati gaji serta fasilitas yang bersumber dari keuangan daerah. Situasi ini bukan persoalan personal, melainkan konsekuensi langsung dari konflik internal partai yang dibiarkan berlarut.

Baca Juga:  Satgas Perumahan Ala Gubernur Al Haris: Jambi Luncurkan Strategi Cepat Capai Target Tiga Juta Rumah!

Dengan kata lain, negara tetap membayar, sementara partai gagal menuntaskan mekanisme internalnya tepat waktu. Beban akibat kelambanan ini ditanggung publik, bukan oleh struktur partai. Preseden tersebut berbahaya bagi demokrasi, karena menunjukkan bagaimana ketidakberesan manajemen partai dapat berujung pada pemborosan uang rakyat.

Putusan Mahkamah Agung ini sekaligus menutup ruang retorika dan pembelaan politik. Dokumen yudisial negara telah berbicara, jalur yang diwajibkan undang-undang tidak ditempuh. Dari Jambi, publik nasional patut melihat ini sebagai alarm. Bahwa ketika mekanisme internal partai gagal dijalankan, kepercayaan publik dan keuangan negara ikut menjadi korban.

Dalam negara hukum, putusan pengadilan adalah fakta objektif. Fakta itu kini berdiri terang. PAN di Jambi menghadapi krisis tata kelola serius, dan selama krisis tersebut tidak dibenahi, uang rakyat akan terus menanggung akibatnya.