Ponton penyebrangan yang menjadi akses utama perlintasan warga menyeberangi Sungai Batanghari disorot legalitasnya.
Hal ini di karenakan pernah terjadi peristiwa kecelakaan yang merugikan keselamatan warga dan bahkan mengancam bahkan menghilangkan nyawa tidak mendapat santunan atau asuransi dari Jasa Raharja, hanya mendapat bantuan sekedarnya dari pemilik ponton seperti di beritakan media dimensi.tv.
Ketika hal ini di konfirmasi ke Dinas Perhubungan Tebo menanyakan legalitas penyebrangan ke Kabid Lalin Mahizar melalui Whattsapp, Kabid menjawab belum tahu.
” Saya baru menjabat, coba nanti saya tanya ke pak Kadis dulu”, jawabnya.
Esoknya ketika di konfirmasi kembali, Mahizar menjawab akan bertanya dulu dengan Kabid Sarana dan Prasarana.
Namun ia juga mengucapkan Terima kasih atas informasi mengenai Ponton tersebut.
Ketua Investigasi LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia) Provinsi Jambi, Edy Kurniawan menduga kuat jika memang Ponton penyeberangan tersebut tidak berizin.
” Kita duga Ponton memang tak berizin, soalnya sekelas Kabid di Kabupaten saja tidak tahu legalitasnya ketika saya tanya melalui telepon”, ujarnya.
Dari pantauan di Ponton Penyeberangan Desa Paseban Kecamatan VII Koto Ilir pada 8 Januari 2024, lalu lintas penyeberangan nampak ramai, dari mobil pribadi ,pick up, hingga truk truk bermuatan sawit dan karet.
Tarif penyeberangan sendiri tidak di tetapkan melalui perda, jenis mobil pribadi di kenai 60 ribu sekali melintas, sementara truk informasinya 150ribu sekali melintas.
Hal tersebut mestinya menjadi perhatian bagi Dinas Perhubungan Tebo, selain demi jaminan keamanan dan keselamatan pengguna penyeberangan juga sebagai sumber yang berpotensi bagi pemasukan daerah.
Tanpa mengabaikan peran vital Ponton bagi transportasi vital masyarakat , penataan dan penertiban oleh Dishub penting di lakukan.
Dishub Kabupaten Tebo diharapkan menindak tegas operasional ponton yang diduga ilegal dan terdapat konsekwensi hukum, antara lain:
Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 284 ayat (1) menyebutkan bahwa, setiap orang yang mengoperasikan kapal atau fasilitas penyeberangan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 600 juta rupiah.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tebo, tentang izin operasi penyeberangan. Operasi tanpa izin melanggar Perda dapat dikenakan denda administratif hingga penghentian operasional.
Pertanggungjawaban Perdata Jika terjadi kecelakaan yang menyebabkan korban jiwa atau kerugian materi, pemilik ponton dapat digugat secara perdata untuk memberikan ganti rugi kepada korban atau keluarga korban.
Sanksi Administratif, Pemerintah daerah dapat mengenakan sanksi seperti penghentian operasional, penyitaan aset, hingga pencabutan izin usaha jika terbukti melanggar peraturan yang berlaku.(Tim)
Tinggalkan Balasan