“Tulisan ini bukan dakwaan dan bukan vonis. Ini adalah peringatan publik paling keras yang lahir dari akumulasi kekecewaan, pembacaan kebijakan, dan ingatan kolektif rakyat Jambi. Ketika jalur formal pengawasan tak lagi bekerja efektif, maka opini menjadi alat terakhir untuk menyalakan alarm bahaya.”
Oleh : Opsi Kanti
KABARJAMBI.ID – Dari Jambi, sebuah rapor merah telah dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Isinya bukan teriakan emosional, melainkan rangkaian data, potongan kebijakan, dan jejak keputusan yang jika disusun berurutan membentuk satu gambaran besar: kebijakan publik bisa berubah menjadi instrumen berbahaya ketika kekuasaan kehilangan rasa takut pada hukum.
Email itu mungkin sunyi. Tetapi bagi siapa pun yang memahami cara kerja penegakan hukum, kesunyian justru menandakan awal dari sesuatu yang serius.
KODE KASUS-01: KEBIJAKAN CEPAT, PENGAWASAN LAMBAT
Dalam beberapa tahun terakhir, publik menyaksikan bagaimana kebijakan strategis di Jambi kerap diputuskan cepat, namun pengawasannya tertinggal jauh di belakang. Anggaran besar disahkan, proyek ditetapkan sebagai prioritas, tetapi transparansi justru menghilang dari ruang publik.
Ini bukan sekadar soal administrasi. Ini adalah desain kebijakan berisiko tinggi. Ketika kontrol dilemahkan oleh keputusan struktural, maka potensi penyimpangan tidak lagi bersifat insidental ia menjadi konsekuensi yang nyaris tak terelakkan.
Banyak perkara besar di republik ini berawal dari pola yang sama: kebijakan yang terlihat sah, tetapi disusun tanpa rem pengaman.
KODE KASUS-02: DIAM SEBAGAI ALAT KEKUASAAN
Setiap kali isu serius mencuat tentang anggaran, proyek, atau relasi kepentingan yang muncul justru keheningan. Tidak ada penjelasan terbuka, tidak ada evaluasi menyeluruh, tidak ada pertanggungjawaban yang jelas ke publik.
Dalam politik, diam adalah strategi. Dalam pemerintahan, diam adalah pilihan. Dan dalam hukum, diam sering berubah menjadi catatan yang kelak memberatkan. Kepala daerah yang membiarkan masalah berlarut tanpa sikap terbuka sedang menumpuk beban, bukan menyelesaikan persoalan.
Sejarah mencatat: banyak kekuasaan runtuh bukan karena serangan, tetapi karena memilih diam terlalu lama.
KODE KASUS-03: KEWENANGAN TERPUSAT, TANGGUNG JAWAB TERPENCAR
Pola lain yang berulang adalah pemusatan kewenangan di tingkat atas, sementara ketika persoalan muncul, tanggung jawab dilempar ke bawah. Pejabat teknis menjadi tameng, kepala dinas menjadi korban, sementara arsitek kebijakan tetap berdiri aman di balik struktur kekuasaan.
Model ini bukan hal baru. Dan justru karena itu, ia sangat berbahaya. Dalam banyak kasus besar, penegak hukum tidak berhenti pada pelaksana. Mereka selalu menelusuri siapa yang merancang, siapa yang mengarahkan, dan siapa yang paling diuntungkan.
Rapor merah ini menyoroti pola tersebut sebagai bom waktu hukum.
KODE KASUS-04: SAH SECARA FORMAL, RUSAK SECARA MORAL
Tidak semua yang legal itu adil. Tidak semua keputusan resmi itu bersih. Kebijakan dapat dibungkus rapi dengan aturan, tetapi tetap menyisakan bau kepentingan jika orientasinya menjauh dari rakyat.
Ketika kebijakan publik lebih melayani lingkaran tertentu dibanding kepentingan umum, maka di situlah korupsi mulai bersembunyi,bukan di lorong gelap, tetapi di balik meja rapat dan dokumen resmi.
Dan ketika kritik dianggap gangguan, bukan peringatan, kekuasaan sedang menyiapkan kejatuhannya sendiri.
Email yang dikirim ke KPK itu tidak berdiri sendiri. Ia adalah puncak dari tumpukan persoalan yang selama ini dipendam. Di belakangnya ada dokumen, alur kebijakan lintas tahun, dan relasi kuasa yang dapat dibaca ulang oleh siapa pun yang berwenang.
KPK tidak bergerak dengan kegaduhan. Ia bekerja dengan peta, waktu, dan kesabaran. Dan sering kali, publik baru menyadari ketika proses itu telah berjalan jauh tanpa suara.
Tulisan ini bukan serangan personal. Ini adalah peringatan terakhir bagi kekuasaan di Jambi: keterbukaan adalah satu-satunya jalan aman. Jika kebijakan benar-benar bersih, maka tidak ada alasan untuk takut pada audit, klarifikasi, dan pemeriksaan.
Namun jika ada satu saja keputusan yang disusun untuk melindungi kepentingan tertentu, maka rapor merah ini adalah awal dari ujian paling berat dalam sejarah kekuasaan daerah ini.
Tidak ada jabatan yang kebal. Tidak ada kursi yang terlalu tinggi. Arsip negara tidak pernah lupa, dan hukum tidak pernah benar-benar tertidur, ia hanya menunggu waktu.
Hari ini ia disebut file rahasia. Besok ia bisa menjadi bahan penyelidikan. Dan lusa, ia mungkin berubah menjadi alat pembuktian.
Jambi telah mengirimkan sinyal. Publik telah mencatat. Kini negara sedang diuji: apakah hukum akan bekerja, atau kembali tunduk pada sunyi kekuasaan.
Email itu mungkin belum dibalas. Tetapi dalam sejarah penegakan hukum, kesunyian sering kali adalah tanda awal dari badai.
