KABARJAMBI.id – Gerakan mahasiswa di Indonesia punya sejarah panjang sebagai motor perubahan. Mereka turun ke jalan, berhadapan dengan aparat, bahkan rela diterpa gas air mata demi menyuarakan kepentingan rakyat. Itu sebabnya, gerakan mahasiswa selalu dipandang sebagai simbol keberanian, idealisme, dan suara nurani bangsa.

Namun, apa yang terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur justru meninggalkan tanda tanya besar. Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan diri sebagai pejuang rakyat melakukan aksi tuntut keadilan bukan di depan Kantor DPRD atau Kantor Bupati, melainkan di sebuah café di kota Jambi.

Di mana letak urgensinya? Apa roh perjuangan mahasiswa bisa dipindahkan ke meja café ?

Gerakan atau Pertemuan Formalitas?

Ketika mahasiswa lebih memilih berdiskusi santai dengan bupati dan anggota dewan di café, kesan yang muncul bukanlah gerakan kritis, melainkan acara kondisional yang sudah diatur. Ini berbeda jauh dari semangat mahasiswa sejati yang seharusnya berani menghadapi risiko, menanggung resiko benturan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat di ruang publik.

Kontras dengan Penderitaan Rakyat

Ironisnya, di saat yang sama, masyarakat Kecamatan Sadu dan wilayah lain di Tanjab Timur masih harus berjibaku dengan jalanan berlumpur setiap hari. Mereka melewati kubangan, melawan kemiskinan, dan menghadapi keterbatasan fasilitas dasar.

Pertanyaannya, apakah mahasiswa benar-benar menyuarakan jeritan rakyat? Ataukah hanya sekadar hadir untuk formalitas “menyampaikan aspirasi” dengan gaya nyaman di café?

Mahasiswa Seharusnya di Barisan Depan Rakyat

Gerakan mahasiswa akan kehilangan makna jika terjebak pada ruang-ruang nyaman yang sudah dikondisikan. Sejarah mencatat, perubahan lahir dari keberanian mahasiswa menentang kekuasaan, bukan dari kompromi di meja pertemuan.

Mahasiswa Tanjab Timur seharusnya hadir di jalanan, di tengah rakyat, dan menjadi suara mereka yang tidak terdengar. Bukan sekadar duduk bersama penguasa di café, lalu mengklaim sedang melakukan aksi.

Baca Juga:  PENANTIAN TANPA AKHIR: PPPK SAROLANGUN TERBEBANI, BKPSDM DIMINTA BERTANGGUNG JAWAB!

Jika mahasiswa ingin dihormati sebagai pewaris tradisi perlawanan, maka roh gerakan harus dijaga. Jangan sampai generasi hari ini dikenang bukan karena keberanian mereka melawan ketidakadilan, tetapi karena “aksi café” yang mengaburkan wajah sejati perjuangan mahasiswa.